Monday, July 9, 2007

Rasanya...


Sejauh mata memandang dan telinga mendengar, pengalaman 12 hari di Batam memang menyenangkan, penuh kejutan dan fantastis…. Berbekal si Iris, beberapa potong pakaian dan kurangnya ilmu, memberanikan diri untuk berangkat akan sebuah tawaran besar.

Saat menaiki pesawat pun kami menyempatkan diri berfoto dibawah badan kapal seperti preman lepas dari markasnya, bahkan ketika pesawat ingin lepas landas pun kami berinisiatif menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai bentuk kebanggaan kami sebagai rakyat Indonesia..

Hari pertama datang, aku hirup dalem2 udara Batam yang kata orang, bahwa Batam singkatan dari Bila Anda Tabah Anda Menang itu, dipijakkan pertama tanah Batam. Bandara Internasional Hang Nadim itu terasa sempit, terlihat banyak orang dari luar daerah, terutama dari Sumatera.

Tawar menawar taksipun terjadi ketika kami keluar dari Bandara, dan seketika itu terciumlah aroma mahal dari kehidupan di Batam. Yap, mulai dari makanan sampai beberapa barang pun nyengat terasa harganya. Ak pun mulai belajar melihat dan merasakan kota Batam yang baru kali ini aku pijak. Rasanya belum pernah ak temui di kota manapun. Ak rasakan betapa mahalnya Es Susu Soda seharga 27ribu, Ayam Penyet seharga 12 ribu hingga keunikan perempuan disana. Agresif, mungkin itu salah satu keunikannya. Hingga sangat familiar disana dengan istilah “curi ayam” yang akrab ditelinga masyarakat Batam

Istilah Teh Obeng (Es Teh) dan Teh O (Teh Hangat) pun memberikan rasa baru dikosa kata otak kecilku ini. Tapi sayangnya, tak ada warnet 24 jam disana, tak ada Circle K ataupun sekelas Indomaret yang bisa dikunjungi disana. Menelaah tugas yang kami emban adalah melihat perilaku karyawan beberapa perusahaan akan perilaku beresiko terhadap HIV/AIDS…Bisa dikatakan misi kami disana berjudul “VIRUS CINTA”. Virus yang kami harapkan bukan berupa hal yang merugikan, akan tetapi hal yang bermanfaat untuk kita dan semua orang.

Pengalaman kesasar 2 jam di Hutan Wisata Mata Kucing pun tak bisa digambarkan, hanya gara2 ak dan teman2 membuntuti pasangan muda-mudi yang berlomba-lomba berpacaran dan mencari tempat sepi disana.. Bukit Senyum yang terkena gusuran petugas menjadi saksi bisu pekerja malam disana hingga lokalisasi Sintai yang kerap kali menjadi tempat primadona pekerja setelah waktu gajian tiba pun menambah warna kota Batam. Ak dan teman2 membuat benang merah akan misi kami, yaitu mengkomunikasikan stigma & diskriminasi yang terjadi, penggunaan kondom dan sikap setia yang wajib diterapkan bersama..

Ak pun mencoba praktek “nambang” (menjadi supir taksi jalanan dengan menggunakan mobil pribadi) yang sudah akrab dilakukan masyarakat disana, lumayan dapet 10ribu untuk satu penumpang. Menarik dan fenomenal…Batam yang mayoritas penduduknya sebagai pekerja pabrik (elektronik, perminyakan, hingga perkapalan) ini pun tak bisa dipungkiri bahwa masih menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan, melihat Batam masih menjadi kota berkembang sekarang. Dari misi ini, banyak hal yang bisa ak pelajari hingga semakin dekat ak melihat semakin memikat rasanya. Begitu mudahnya untuk berkenalan dengan orang lain hingga betapa banyaknya perempuan simpanan pejabat yang bisa ak lihat. Dari beberapa perusahaan yang kami datangi, banyak informasi yang sungguh nyata kami dapatkan, ada yang melegalkan prostitusi, hingga praktek masturbasi (maaf) dilingkungan dormitory…

Tak bisa tidak, kami berfungsi seperti Intel yang bebas bergerak kemana saja, karena itulah kegiatan kami disana. JALAN-JALAN UNTUK BERKOMUNIKASI, klo dibilang bahasa kerennya orang iklan (walaupun saya bukan orang iklan) cari insight untuk proses brainstorming yang bakal digunakan untuk Point Of Contact medium yang kami tawarkan (alahh…berat kan.makanya jangan mau jadi orang iklan :p )

Alhasil ak jalan-jalan juga ke pasar seken (pusat barang murah hasil bekas pakai orang Singapura yang masih bagus) dari harga boneka seribu perak sampai TV seharga 200rb pun kami jajaki. Batam begitu menarik, begitu penuh dengan hiburan malam dan begitu penuh dengan kata-kata “Gila, gampang amat kenalan ama cewe! “. Yang tak kalah menarik adalah ketika apek-apek (om-om) yang kami lihat sedang menawar seorang amoi (PSK berkulit putih seperti etnis cina), dipinggiran jalan di daerah Nagoya. Masalah clubbing pun, Batam tak kalah suara, dari mulai GG, No Name, Majestic hingga sekelas Pacific pun ada disana yang selalu menjadi teman bagi penikmat kehidupan malam. Tapi tak banyak kami lihat café disana, hanya mungkin mulai dari J.CO, Solaria sampai Gordiva yang sangat digandrungi bisa dijadikan tolak ukur kemajuan café di Batam. Ya..Batam memang sedang dalam tahap berkembang, terlihat jelas bahwa masih banyak jalan-jalan yang rusak (hal ini membuat ban mobil kami bocor hingga 3x) hingga pembangunan perumahan ataupun ruko-ruko untuk tempat usaha

Di sela aktifitas, kami iseng mencari film bokep (konon sulit sekali dicari) guna kebutuhan pekerjaan yang kami emban dari pengamatan di lingkungan dormitory. Alhasil, hingga hari terakhir kami pulang, film itupun tak berhasil kami dapatkan (ada yang bisa bantu??hehehe). Tapi hal itu tak jadi soal, karena ketika ak dan teman2 menyempatkan diri melihat keindahan Pelabuhan Samyong, kami ingin sekali berlama2 disana, dengan menggunakan Boat yang sengaja disewakan ditambah merogoh kocek puluhan ribu rupiah, kita bisa melihat keindahan pulau kecil di seberang Batam.

Tapi rasanya, sebagai orang Indonesia, belum afdol jika kita belum pernah ke Batam. Merasakan remang-remang pantai marina dengan khas mobil goyangnya, indahnya malam di Jembatan Balerang sampai melihat masyarakat yang punya hobby bermain Zong (judi dengan kartu) dan main batu (seperti permainan domino) serta kehidupan rusun pekerja yang penuh dengan kisah cinta. Tak lupa kami sempatkan untuk main-main ke daerah Bengkong (konon terdapat pemain-pemain batu yang handal disana) untuk melihat lingkungan disekitarnya

Di hari terakhir, sebagi puncak misi kami. Kami bertiga pun menggunakan kaos oblong putih bertuliskan “ Saya HIV + “ yang sangat menimbulkan kontroversial di setiap lingkungan yang kami datangi (hal ini akan ak jelaskan di judul selanjutnya ;) )

At least…Don’t Judge too quickly and Don’t Judge the book by it’s cover mungkin tepat dalam melihat, mendengar dan merasakan kota Batam….see u again BATAM

0 komentar: