Friday, February 8, 2008

Merindukan Belaian

Sudah lama tidak menulis, dan sudah lama merindukan kritik dari teman-teman. Mendengar ocehan dan gurauan mereka. Malam ini Jakarta hujan, cukup deras. Sendiri dikamar sambil mendengarkan senandung lagu melow-nya Goo Goo Dolls dengan judul Before Its Too Late-nya sejenak. Tak ada snack ataupun suara keras televisi.

Semua kerjaan hampir selesai, walaupun deadline sudah diujung tanduk. Entah kenapa malam ini aku begitu ingin merefleksikan diri, seolah-olah membeku sejenak. Berpikir tentang hari ini dan tentang pertanyaan serta persiapan untuk hari esok. Walaupun ada orang bijak yang mengatakan “ bahwa kita hidup hanya untuk hari ini, kita hidup bukan untuk mati “. Sederhana, tapi begitu bermakna. Sama halnya dengan yang sedang aku pelajari bertahun-tahun, tentang hidup dan apa artinya sebuah keikhlasan.

Dalam hari yang berganti diawali mili detik, aku bertemu dengan seruan bijak dari barat, Simone Weil. Tulisannya begitu bermakna, dan aku yakin hampir menemukan jawaban atas pertanyaan yang begitu banyak membelenggu didalam otak. Dia bilang

“ Bukan urusan saya untuk memikirkan diri saya sendiri. Urusan saya adalah untuk memikirkan Tuhan. Dan, urusan-Nya lah untuk memikirkan saya “

Hanya beberapa penggalan saja tapi terasa begitu menyengat seperti lebah. Mungkin ada dari sebagian dari kalian yang tidak begitu setuju dengan tulisan itu, seperti salah satu dari kalian anda yang tidak setuju dengan Film The Secret yang fenomenal.

Dari kalimat itu kemudian aku mencari lagi. Berjalan setapak demi setapak, perlahan membuka pintu kemudian pagar. Menyapa seorang satpam yang menjaga dengan gigih, dan melewati genangan becek dipinggir jalan. Pagi ini aku duduk di Bajaj Tua menuju pusat kota, melihat kerumunan dan mendengar dentuman asap knalpot dari berbagai arah.

Lebih dari 6 jam digunakan untuk memasang wajah didepan komputer, sisanya hanya untuk mengisi perut, menghadap kiblat dan bersandar di kasur hijau muda. Dari keseluruhan itu, hari ini aku berpikir dan mengasah perbaikan demi perbaikan. Menggabungkan pengalaman menjadi guru yang abadi seperti layer di Photoshop.

Dari telinga kanan mengatakan, “ Ayo, bangkitlah dan berikan senyuman terlebarmu pada semua orang “, tapi telinga kiri tak kalah hebat memberikan bisikannya, “ Sudahlah, kamu memang ditakdirkan begini, jadi mau gimana lagi “.

Tapi sayang, aku memenangkan telinga kanan yang berbisik kali ini. Yang aku tanamkan ke hati terdalam yang disebut nurani. Aku yakin bahwa takdir adalah ujungnya usaha. Begitu juga dengan Allah yang pernah berkata “ Aku tidak akan merubah nasib suatu kaum jika ia tidak berusaha merubahnya sendiri “.
Malam ini, aku begitu merindukan belaian. Bukan dari seorang hawa, melainkan dari Tuhan yang selalu ada, yang selalu mendengar, yang selalu menilai dan memberikan pahala atau justru melimpahkan tanda dosa.

Belaian-Nya sampai menyentuh kalbu yang seketika itu mampu memulihkan perihnya hunusan pedang, yang seketika itu mampu menyejukkan penjuru ruangan dari timur hingga barat. Dan seketika itu pula mampu melumpuhkan pandangan picik dari mata manusia angkuh.

Tuhan, jangan kau lepaskan belaian itu. Seperti aku tidak ingin berhenti menulis lembaran blog ini.

Tuhan, belaian pertama tadi aku merasa engkau mengatakan sesuatu, “ Den, istirahatkanlah sejenak duniamu, jangan khawatir karena aku selalu bersamamu walau engkau tak bisa menyentuhku “ kalau tidak salah begitu kalimat awalnya

Aku tersenyum dan begitu tersentuh. Tak lama aku melebarkan senyuman kembali dengan tenang

Kemudian di belaian kedua engkau berkata lagi, “ Den, maafkanlah saudara dan saudarimu yang engkau kenal. Relakan mereka jika hendak pergi dan sambutlah mereka dengan riang jika mereka hendak datang menghampirimu. Ingatlah, bahwa dunia aku ciptakan untuk tempat bermainmu sejenak. Karena jika engkau telah lelah, engkau harus istirahat. Entah sejenak atau justru untuk waktu yang lama “

Aku kemudian terdiam dan air mata mulai menetes dipelupuk mata.

Di belaian ketiga Tuhan berkata lagi, “ Den, sesungguhnya aku menciptakanmu dalam keadaan yang baik, maka Aku ingin bertemu denganmu dalam keadaan baik pula. Jika engkau merasa kurang baik, perbaikilah sekarang karena waktu yang sudah lama aku ciptakan ini tak mampu diprediksikan. Pintu maafku aku terbuka begitu lebar jika niat dan ketulusan itu sudah engkau dapatkan “

Air mataku menetes semakin deras, dan sekarang terdengar suara isakkannya. Patah-patah.

Aku bergegas bertanya pada Tuhan, “ Kapan aku bisa menemukan niat dan ketulusan itu Tuhan? Karena setiap aliran darahku mengalir, bayangan hitam itu selalu merongrong menghampiriku seperti ingin meminta makanan basi yang berlebih “

Tuhan menjawab dengan memberikan belaiannya kembali, “ Semua itu akan engkau temukan ketika kalbumu sudah menyentuh nuranimu, seketika itu pula duniamu akan tunduk padamu. Seketika itu pula pintu surga akan terbuka lebar tanpa batas dan tercium aroma nirwananya “

Aku bahagia hari ini, karena bisa menangis kembali. Dan karena hal ini aku semakin mengerti kenapa Tuhan menghadiahkan sebuah air mata kepada umat manusia, dan seketika itu pula aku semakin sadar dari air mata dan tangisan itu, kemudian akan berbuah sebuah senyuman kebahagiaan. Senyuman yang keluar dari niat dan ketulusan

Dan karena hari ini pula, aku tidak rela Tuhan melepaskan belaian-Nya.

0 komentar: